PUBLIK-NEWS.COM – Fenomena masyarakat Indonesia yang makin mengandalkan pinjaman online (pinjol) kian mencolok. Data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Februari 2025 mengungkapkan bahwa total pinjaman masyarakat melalui platform fintech peer to peer lending telah menembus angka Rp80,07 triliun.
Gambar Istimewa: disway.id
Angka ini bukan sekadar statistik biasa. Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Keuangan Non-Bank OJK, Agusman, pertumbuhan ini menunjukkan tren year-on-year (yoy) sebesar 31,06%—lonjakan signifikan dibandingkan Januari 2025 yang mencatat pertumbuhan 29,94%.
“Industri fintech P2P lending terus menunjukkan pertumbuhan yang agresif. Ini menunjukkan kebutuhan pendanaan masyarakat yang makin tinggi, meski disertai tantangan risiko kredit,” ujar Agusman dalam konferensi pers virtual usai Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK Maret 2025, Jumat (11/4/2025).
Naik Pinjam, Naik Juga Kredit Macet
Di balik pertumbuhan yang impresif ini, tersimpan pula kekhawatiran soal kesehatan keuangan masyarakat. Data OJK menunjukkan bahwa tingkat kredit bermasalah—yang dikenal dengan TWP 90 (keterlambatan pembayaran lebih dari 90 hari)—turut mengalami kenaikan.
Per Februari 2025, angka TWP 90 mencapai 2,78%, meningkat dibanding Januari 2025 yang berada di level 2,52%. Ini berarti, semakin banyak peminjam yang kesulitan membayar kembali utangnya tepat waktu.
“Meski pertumbuhannya kuat, kita tidak bisa abaikan bahwa risiko gagal bayar juga meningkat. Ini harus jadi perhatian bersama,” tegas Agusman.
Tren Fluktuasi Pembiayaan Selama Dua Tahun Terakhir
Untuk melihat dinamika industri pinjaman online secara utuh, kita bisa menengok data pembiayaan selama dua tahun terakhir:
-
Desember 2023: Rp59,64 triliun
-
Desember 2024: Rp77,02 triliun
-
Februari 2024: turun ke Rp61,10 triliun
-
Januari 2025: kembali melonjak ke Rp78,50 triliun
-
Februari 2025: mencapai puncak tertinggi Rp80,07 triliun
Fluktuasi ini menunjukkan bahwa permintaan terhadap pinjaman digital sangat sensitif terhadap kondisi ekonomi dan sosial. Namun, kenaikan pada awal 2025 tampaknya menandakan adanya kebutuhan mendesak masyarakat terhadap akses pembiayaan cepat, mungkin karena tekanan ekonomi pasca-libur panjang atau awal tahun yang biasanya diiringi banyak pengeluaran.
Apa Makna di Balik Angka Fantastis Ini?
Fenomena ini tidak bisa dilihat hanya dari satu sisi. Di satu pihak, pertumbuhan industri pinjol mencerminkan semakin luasnya akses masyarakat terhadap pembiayaan non-bank. Proses cepat, tanpa agunan, dan berbasis digital membuat layanan ini sangat diminati, khususnya oleh generasi muda dan pelaku UMKM.
Namun, di sisi lain, kenaikan TWP 90 adalah sinyal merah. Jika tidak dikelola dengan baik, utang yang awalnya ditujukan untuk membantu justru bisa menjadi jerat baru bagi masyarakat.
OJK sendiri terus mengingatkan penyelenggara fintech untuk lebih selektif dalam menyalurkan pembiayaan dan meningkatkan literasi keuangan masyarakat agar tidak terjebak dalam siklus utang.
Antara Kemudahan dan Kehati-hatian
Lonjakan pinjaman online hingga Rp80 triliun adalah potret nyata perubahan perilaku finansial masyarakat. Di satu sisi, ini mencerminkan kebutuhan akan solusi keuangan yang cepat dan fleksibel. Namun, meningkatnya kredit macet juga menunjukkan bahwa kemudahan akses harus dibarengi dengan tanggung jawab dan literasi keuangan yang kuat.
Jika tidak, maka kemudahan ini bisa berubah menjadi beban. Pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat perlu bersinergi untuk memastikan bahwa pertumbuhan fintech tidak justru membawa risiko sosial yang lebih besar di masa depan.